Ceger dan 1998
**Judul: "Ceger 21: Warisan yang Terpendam di Balik Tembok Putih"**
**Prolog**
Cibubur, 2025. Setiap pagi, **Wati** melintasi Jalan Ceger dengan motor bebeknya, mata selalu tertuju pada **rumah bergaya kolonial** nomor 21. Tembok putihnya yang rendah, gerbang kayu jati berusia puluhan tahun, dan aroma kamboja yang menyengat—semuanya mengingatkannya pada foto lama ibunya, **Aminah**, yang hilang tanpa jejak di era 1998.
Tapi hari ini berbeda. Sebuah **surat anonim** menyelinap di bawah pintu rumahnya:
*"Aminah tidak mati. Dia dikubur di bawah kamboja."*
---
### **Buku Pertama: Jejak yang Terhapus (1997–1998)**
**Judul: "Operasi Melati Senja"**
**21 Oktober 1997**
- **Aminah**, aktivis Salemba, diculik tim **Pak Hardjo** (mantan intel Orba) di depan mata putrinya yang berusia 2 tahun.
- Dibawa ke **basement rumah Ceger 21**, tempat 14 tahanan politik "dihabiskan".
- Satu-satunya saksi: **Rismond**, teman seperjuangan Aminah, yang berhasil kabur dengan bantuan gardener buta.
**14 Mei 1998**
- Pak Hardjo mengatur **penembakan mahasiswa Trisakti** atas perintah **Jenderal X**.
- Tapi malam itu, Aminah masih hidup—disembunyikan di **paviliun belakang** oleh istri Pak Hardjo yang simpatik.
---
### **Buku Kedua: Rahasia di Balik Kamboja (2025)**
**Judul: "Kebun yang Berbisik"**
Wati memutuskan menyelidiki:
1. **Pohon Kamboja Ketiga**: Akarnya membungkus **peti mati mini** berisi dokumen operasi intel 1998.
2. **Gardener Tua**: Seorang tunawisma yang ternyata **Roy Sinatra**, anak buah Pak Hardjo yang muak dengan pembunuhan.
3. **Pintu Rahasia di Paviliun**: Terhubung ke terowongan bawah tanah menuju **Menteng**.
*"Ibumu ditukar dengan emas Batam,"* bisik Roy. *"Dia dikirim ke Vietnam sebagai sandera politik."*
---
### **Buku Ketiga: Sandiwara Intel (1998 vs 2025)**
**Judul: "Teater Pengkhianatan"**
**1998**:
- Pak Hardjo pura-pura mendukung Jenderal X, tapi diam-diam **menyelamatkan beberapa tahanan**.
- Aminah dikirim ke Hanoi dengan identitas baru—hasil negosiasi rahasia dengan intel Vietnam.
**2025**:
- Wati bertemu **Sambodo** (mantan algojo tim Mawar) yang kini jadi pengusaha tambang.
- *"Kau mencari ibumu? Coba tanya ke **Datsun kuning** di Pasar Senen,"* ujarnya.
---
### **Epilog: Datsun Kuning dan Surat dari Hanoi**
Di Pasar Senen, Wati menemukan Datsun tua milik Pak Hardjo. Di bawah jok, ada surat tahun 2004:
*"Aminah, maafkan aku. Kau bebas sekarang. Cari suamimu di Klaten."*
Ternyata, ayah Wati **bukan suami biologis Aminah**. Dia adalah **tahanan politik** yang dijadikan "topeng" oleh intel Orba.
---
**Akhir Cerita**
**Plot Twist**:
- **Rumah Ceger 21** sekarang dihuni **cucu Pak Hardjo** yang tak tahu sejarah kelamnya.
- **Aminah** masih hidup di Hanoi, menikah dengan mantan agen Vietcong.
- **Wati** memilih **membakar dokumen** itu. *"Lebih baik masa lalu tetap jadi hantu,"* katanya.
**Tema**:
- **Lubang Hitam Sejarah**: Bagaimana Orba mengubur kebenaran.
- **Kambing Hitam**: Tim Mawar vs Tim Melati—siapa sebenarnya pengkhianat?
- **Cinta yang Terampas**: Aminah, Wati, dan ayah yang bukan ayah.
**Genre**: Historical Thriller · Political Drama · Mystery
---
**Pilihan Ending Alternatif**:
1. **Versi Tragis**: Wati menemukan kuburan Aminah di bawah kamboja.
2. **Versi Heroik**: Wati bocorkan dokumen ke media, guncangkan elit politik.
3. **Versi Magis**: Roh Pak Hardjo menghantui rumah Ceger setiap malam Jumat.
Mau eksplor lebih dalam sisi mana? 😊
Wati, sebuah nama samaran, bukan nama sebenarnya. Ia bisa saja santriwati atau sukarelawati. Wati adalah pekerja kelas menengah.
Setiap hari ia melewati jalan Ceger di Cibubur, Jakarta Timur.
Setiap hari ia mengamati sebuah rumah yang berhalaman luas, hampir seperti kalau kita melihat rumah-rumah Belanda di zaman dahulu.
Rumah itu menghadap agak aneh, tidak sejajar dengan jalan, seolah-olah dibangun untuk menghjadap ke arah tertentu. Di depan ada gerbang yang memiliki gapura, dengan tanaman rambat di atasnya.
Pintu dari kayu yang kokoh, seperti terbuat dari jati zaman dahulu menyambut siapa pun memasuki gerbang tersebut. Wati tahu bentuk rumah besar itu, karena temboknya yang berwarna putih tidak terlalu tinggi. Bukan seperti rumah pengusaha Tionghoa di dekatnya yang biasa berpagar tinggi, di atas 2 meter, dengan jeruji dan ujung lancip dari besi.
Jika kita ke Yogyakarta atau Klaten, mungkin kita akan dapat menemui rumah-rumah orang kaya atau bangsawan sejenis itu.
Rumah itu seperti terdiri dari dua bagian, yakni rumah utama dan paviliun samping yang agak melebar. Halaman yang luas dengan rumput hijau dan pohon kamboja tumbuh di beberapa sudutnya menunjukkan bahwa ada gardener yang rajin memelihara halaman, dan menyapu, memastikan tidak ada sampah.
Wati tidak tahu apakah bila memasuki rumah atau pagar depan ia akan disambut oleh satpam dari balik pintu pagar tersebut, ataukah pintu itu dapat terbuka sendiri secara elektronik. Tidak ada mobil di drive way, yang menandakan mungkin ada garasi yang lebih luas di bagian belakang rumah.
—-***.
Cilangkap, 21 Mei 1998
Pak Hardjo, atau nama aslinya Suhardjono, adalah mantan anggota Badan intelijen negara. Ia adalah pemilik dari rumah di Jalan Ceger no.21 yang luas tersebut. Pangkatnya terakhir di kedinasan adalah Kolonel. Tapi ia jarang dipanggil dengan pangkatnya. Ia lebih suka dipanggil “Pak Hardjo”.
Republik yang baru berumur 50 tahun ini memang muda kalau dibandingkan Amerika Serikat yang sudah 250 tahun berdiri, tetapi juga sudah matang kalau dibandingkan Tiongkok yang baru merdeka atau bebas dari perang saudara pada tahun 1949. Vietnam baru 20 tahun lepas dari perang dengan Amerika. Perang baru berhenti tahun 1975 ketika semua tentara Amerika mengevakuasi diri dari Saigon (Ho Chi Minh City).
Pak Hardjo mungkin memiliki kekerabatan dengan Pak Harto, tapi jauh sekali. Ibunya yang berasal dari Yogyakarta, masih memiliki kekerabatan dengan Sultan dari jalur HB VIII. Usia pak Hardjo yang 60 tahun menandakan bahwa ia lahir di era Hindia Belanda (1938) tetapi masa SMA nya sudah dihabiskan di bawah pemerintahan Sukarno yang sering disebut Orde Lama.
Sore itu ada telepon masuk, dari salah seorang bekas anak buahnya, Roy Sinatra, yang masih aktif di dinas intel negara.
“Pak, ada kabar buruk. Genting. Pak Harto turun.” - ujar Roy dari ujung telepon.
“Ya, saya dengar begitu. Tadi malam saya sudah dapat info bahwa Pak Probo mendekati Pak Harto secara pribadi, dan menyampaikan kabar 14 menteri dalam kabinet mengundurkan diri, untuk memenuhi tuntutan dari demonstran yang sudah menduduki gedung DPR.” - jawab Pak Hardjo.
“Bagaimana kalau tim kita ketahuan? Apa instruksi Bapak?” - lanjut Roy Sinatra.
“Sudah saya atur, tim Mawar yang akan dipersalahkan. Kamu, Sambodo, Budi, Amir dan Erwan ambil penerbangan berikut ke Sidney dan gunakan paspor kedua. Nama kalian aman di interpol.” - ujar Pak Hardjo.
Sejak 1960-an, Pak Hardjo sudah diandalkan oleh republik ini untuk menjalankan operasi-operasi klandestin. Ia pula yang pertama berunding dengan Malaysia saat Operasi Dwikora masih berlangsung, untuk membukakan jalan perdamaian, tahun 1967 Pak Harto dapat melakukan gencatan senjata dengan Tengku Abdul Rahman, PM Malaysia.
Pak Hardjo sudah berada di Timor Timur sebelum pasukan ABRI terjun disana. Tertangkapnya Xanan Gusmao juga berkat dirinya. Dimana ada konflik, Pak Hardjo ada disana.
Bulan-bulan September 1997 sampai dengan Maret 1998 adalah masa genting bagi republik. Aktivis pro-demokrasi mulai ditangkapi. Berbagai tim dibentuk dari Kopassus dan Kostrad dalam kelompok kecil, atas arahan dinas intelijen.
Di era Orde Baru, semua nama sudah dikantongi. Gus Dur yang berani melawan Pak Harto, hanya hidup berkat korelasinya dengan organisasi Islam terbesar: NU.
Amien Rais, sebenarnya berusaha, mencalonkan diri, menyebut nama dirinya siap untuk menjadi calon presiden. Di zaman orde baru, semua faksi telah terpetakan. Di zaman reformasi juga sebenarnya sama.
Bedanya? di tahun 2000-an pemesannya bisa bukan Pak Harto. Setelah Gus Dur menjadi presiden, kerusuhan terjadi di beberapa tempat. Konflik horisontal yang biasanya dipengaruhi oleh provokator terjadi di tempat-tempat yang dulu berdampingan dengan damai. Aneh. Ambon, Poso, Kalimantan (Dayak vs Madura), dan lain-lain.
—- ***.
Malam, 21 Oktober 1997
Kode operasi adalah “Melati Senja”
Roy dan Sambodo duduk di mobil Kijang super tahun 1994. Mereka mengamati Rismond, seorang aktivis keluar dari rumahnya di Salemba.
Tiga puluh tahun sebelumnya, ayah Rismond adalah seorang tentara. Tentara yang difitnah sebagai “kiri”. Akhirnya ayahnya meninggal di penjara tahun 1969. Ia baru berumur dua tahun saat ayahnya meninggal. Ibunya menyingkir ke Salatiga dan membesarkan Rismond disana.
Rismond diculik di tengah jalan. Ia dibawa ke Ceger 21. Berbagai interogasi dilakukan disana. Ada rubah (basement) yang melalui pintu rahasia. Tidak ada suara yang keluar.
Selain Rismond, ada 14 orang lain dalam daftar “Melati Senja”. Sebagian dipulangkan, sebagian lagi di”hilang”kan.
Jakarta, 13 mei 1998
Pesan singkat dari Jenderal X kepada Pak Hardjo berisi:
“Temui saya di tempat biasa”
Dengan mobil Datsun tuanya, Pak Hardjo bergegas ke rumah “pertemuan” di Menteng yang megah. Rumah itu terkesan masih bangunan Belanda, tetapi dengan beberapa touch up peremajaan. Halamannya sengaja tidak dipelihara, pohon Beringin besar masih bertengger di halaman. Kesannya angker.
“Pak Hardjo, siapkan orang-orangmu. Kita akan membuat korban di kampus, buat seolah-olah Brimob yang berperan. Dua atau tiga orang korban sudah cukup. Mereka berkumpul dan berdemonstrasi dari pagi hingga malam.” - ujar Jenderal X.
“Baik pak, orang yang biasa ya.” - sahut Pak Hardjo.
Keesokan harinya, 14 Mei 1998, dua orang mahasiswa Trisakti tewas diterjang peluru sniper. Kerusuhan pun meluas.
Cibubur, 25 Juni 2025.
Wati seperti kebiasaannya melewati Jalan Ceger, dari rumahnya di belakang Cibubur Indah menuju Taman Mini. Ia bekerja di Skylift, sebuah arena hiburan naik kereta gantung di TMII yang menyajikan pemandangan indah bagi pengunjung untuk melihat TMII dari atas.
Ibunya sudah tiada. Kata ayah, ibunya yang bernama Aminah meninggalkan mereka tahun 1997. Ibunya adalah seorang aktivis pro-demokrasi yang hilang tahun 1997. Saat pagi pamit pada tanggal 21 Oktober 1997, ayahnya tidak memiliki firasat apa-apa. Malam itu mereka menunggu Aminah pulang ke Cibubur, tetapi sampai Pak Harto turun tanggal 21 Mei 1998, ibunda dari Wati tidak pernah pulang.
Entah kenapa pagi itu ia naik motor bebeknya menuju tempat kerja, ia bisa membayangkan foto ibunya yang menggendong dirinya berusia dua tahun. Saat ia melewati rumah itu di jalan Ceger 21.
Aminah, salah seorang rekan dari Rismond. Ia adalah salah satu dari 14 orang yang tidak kembali. ***
note
tujuan dari kerusuhan yang diciptakan oleh Jenderal X adalah membuat suatu “alasan” untuk aparat keamanan membubarkan aksi mahasiswa dengan paksa. terlebih lagi dengan makin maraknya kerusuhan seperti pembakaran dan penjarahan di china town pusat, maka pemerintah Pak Harto dapat menetapkan “martial law” alias menghidupkan kembali komando operasi pemulihan keamanan dan ketertiban. “kerusuhan ditunggangi oleh golongan kiri”, anarkis, partai kekiri-kirian, ditunggangi kelompok asing; adalah sederetan alasan untuk selalu melibas oposisi.
Semua orang sudah hafal pada tuduhan yang itu-itu lagi. Melawan Pak Harto, berarti anti pancasila, tidak pancasilais, dan mengancam keutuhan negara. Suatu rejim yang otoriter mempunya playbook kekuasaan, yang bila dimainkan secara tidak kreatif, monoton, akan membuat penonton bosan, dan akhirnya alam ikut berperan untuk mendongkel rejim otoriter.
Beruntung bahwa tidak semua anasir republik ini terjebak dalam kooptasi kekuasaan. 14 menteri mundur pada malam 20 mei 1998, yang menandakan bahwa kepercayaan kaum teknokrat terhadap diktator yang berkuasa selama 30 tahun itu sudah pudar. kekuasaan otoriter diganti dengan kekuasaan demokratis yang benar-benar dipilih oleh rakjat. probosutedjo, adik dari pak harto yang malam 20 mei itu bertandang ke jalan cendana no.9 menyampaikan pesan dari wiranto, panglima ABRI bahwa dia tidak bersedia menerima mandat untuk melaksanakan kopkamtib, seperti sebuah supersemar di tahun 1998. akhirnya pak Harto menyadari bahwa era kekuasaannya sudah usai. kekuatan angkatan bersenjata yang menopangnya sudah tidak ada. golkar, partai yang selama puluhan tahun menyangga berdirinya orde baru, juga sudah tidak berada di belakang Pak Harto. ibarat pepatah jawa, wahyu ratu sudah tidak berada di tangannya. sejak ibu negara, bu Tien meninggal tahun 1994, wahyu ratu itu sudah tidak ada. akhirnya pak harto harus mengakhiri jabatannya sendiri, dengan mundur dan digantikan oleh wakil presiden BJ habibie. tapi wiranto menjamin, keamanan diri pak harto dan keluarga, bila presiden berniat untuk mundur. itu saja yang penting, pak harto ingat anak-anaknya, dan cucu-cucunya. mereka masih memerlukan bapak, eyang untuk melindungi mereka. selama 30 tahun berkuasa tentu saja ada pengawal pribadi yang bersumpah setia dan kaum angkatan bersenjata yang hidup-mati nderek pak harto.
kekuasaan tidaklah abadi. kekuasaan hanya dititipkan selama periode waktu tertentu. manusia akan habis. siklus lahir - hidup - mati tidak dapat terelakkan. tabungan manusia hanyalah amal ibadah selama di dunia. lahir telanjang, tidak membawa apa-apa. mati juga tidak membawa apa-apa. tapi kekuasaan yang menggoda iman manusia - serasa hidup 1000 tahun lagi. padahal, usia sampai 63 tahun saja sudah bonus. rambut memutih, tulang semakin keropos, memori dan daya ingat memudar. dimensia, sakit, stroke, infeksi bakteri, virus atau penumonia yang menggerogoti, kanker kulit, dan semua tanda-tanda bahwa presiden hanyalah makhluk hidup biasa yang setiap saat bisa dicabut nyawanya.
adapun tujuan reformasi, adalah menciptakan keadilan bagi seluruh rakjat dan menutup kesenjangan, disparitas dari kekayaan antara “the have” dan “the have-not”. bukan seperti aktual di tahun 2025 ini, yang ditandai dengan fenomena “yang kaya semakin kaya dan yang miskin - semakin miskin —> miskin dibuat secara sistematis. tidak ada kesempatan, tidak ada bea siswa untuk sekolah, tidak ada pinjaman lunak dari bank untuk start up company, tidak ada subsidi harga untuk bensin, untuk biaya kuliah, untuk pupuk dan beras, pemerintah sibuk dengan permainannya sendiri, membuat proyek demi proyek, yang tidak berguna dan tidak transparan, hanya memperkaya sebagian kecil dari golongan masyarakat, anggota dpr, pemain politik, makelar kekuasaan, para oportunis dan penjilat, pembohong dan pembual, yang tidak bermoral tidak punya etika. yang penting “saya senang”, “saya menang”. halalkan segala cara, kalau perlu angkat sendiri ketua dan anggota kpu, ketua dan anggota KPK, agar semua sejalan dengan keinginannya. Suara rakyat tidak penting. dari KPU count, semua dibuat untuk memenangkan siapa yang bayar paling besar.
ada proyek infrastruktur, tapi semua dibangun dengan hutang, yang harus dibayar oleh anak cucu dari kelas pekerja sekarang. pembangunan tidak berfokus pada aset dan utilisasi maksimal dari aset yang ada. yang terjadi adalah “sengaja” dibocorkan untuk diberikan ke sebagian makelar minyak dan gas. sogok sini, sogok sana, agar dapat privelege mengelola sumber daya alam. tambang ada, tetapi merusak lingkungan, dioperasikan oleh negara asing, dan masyarakat lokal cuma dapat sampahnya, tailing, sungai dan tanah mereka rusak, penghasilan sebagai nelayan berkurang, menyisakan kefrustasian penduduk lokal, yang hanya sedikit diberi kesempatan bekerja sebagai tukang cleaning service di tambang-tambang tersebut. harapan menjadi gelap.”nusantara gelap, sebuah semboyan di tahun 2024. perusahaan sekelas BUMN menjadi sapi perah yang setiap saat digerogoti, dibuat takluk oleh perusahaan dan produk tiongkok yang murah dan berkualitas. kalau dulu ada “robohnya surau kami”, sekarang sudah “robohnya industri dan daya saing kami”.
Comments
Post a Comment